Senin, 16 April 2012

Mengapa Harus Berjilbab?
Assalamu’alaykum warohmatullahi wabarokatuh…
APA JILBAB ITU?
Jilbab atau hijab secara syari’at merupakan bagian pakaian
yang wajib digunakan untuk menutupi kepala wanita
hingga ke dadanya. Maka, sesuatu pakaian dapat disebut
hijab apabila menutupi kepala, leher, hingga dada. Tidak
disebut hijab jika hanya menutupi kepala saja, atau leher
saja, atau hanya menutup dada saja.
Dalilnya adalah:
“…Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke
dadanya…” [QS. An-Nuur 24:31]
Allah tidak memerintahkan kepada para wanita: “Dan
hendaklah mereka menutupkan kain kudung di
kepalanya”, atau: “Dan hendaklah mereka menutupkan
kain di dadanya”, tetapi Dia berfirman: “Dan hendaklah
mereka menutup kain kudung ke dadanya.” Artinya ialah
bahwa Allah menghendaki agar para wanita menutup kain
dari kepalanya hingga ke dadanya.
Dari ayat ini maka para wanita Muslimah perlu
memperhatikan apa yang ia pakai. Apakah benar-benar
hijab yang sesuai hukum Allah, ataukah hanya kain yang
dihias-hias oleh tukang salon. Ingat, hijab bukanlah mode
yang bertujuan membuat wanita lebih cantik, justru hijab
dipakai agar wanita terlindungi dari fitnah. Itulah salah
satu tujuan syari’at.
Dalilnya ialah:
“Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak
perempuanmu, dan istri-istri orang-orang mukmin:
‘Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh
tubuh mereka.’ Yang demikian itu supaya mereka lebih
mudah untuk dikenal dan oleh karenanya mereka tidak
diganggu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang.” (Qs. Al-Ahzab: 59).
Imam Hakim meriwayatkan sebuah hadis yang
menggambarkan saat-saat setelah turunnya ayat perintah
menutup aurat, yaitu Surat Annur ayat 31:
(dan hendaklah mereka menutupkan khumur- jilbab- nya
ke dada mereka…). Riwayat lain menerangkan: “Wanita-
wanita (ketika turun ayat tersebut) segera mengambil kain
sarung mereka, kemudian merobek sisinya dan
memakainya sebagai jilbab.” (HR. Hakim).
Imam Bukhari juga meriwayatkan hal senada:
“Bahwasannya ‘Aisyah Radhiyallahu ‘anha. Berkata:
“Ketika turun ayat (dan hendaklah mereka menutupkan
“khumur” –jilbab- nya ke dada mereka…) maka para
wanita segera mengambil kain sarung, kemudian merobek
sisinya dan memakainya sebagai jilbab.” (HR. Bukhari).
Dari kedua hadits di atas terdapat empat poin:
1.
Para wanita Arab di zaman Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa
sallam belum memakai hijab sehingga ketika turunnya
ayat tersebut, mereka langsung mengambil kain sarung
dan menggunakannya sebagai hijab. Hadits ini sekaligus
menjawab perkataan orang-orang Jahil bahwa jilbab hanya
tradisi orang Arab.
2.
Seandainya para wanita Arab sudah memakai penutup
kepala, maka bisa dipastikan bahwa yang mereka pakai
hanyalah kain yang menutup kepala, bukan hijab yang
sesuai syar’i.
3.
Terdapat semangat di dalam diri para wanita pada zaman
itu untuk tunduk dan patuh kepada apa yang telah
ditetapkan Allah dan rasul-Nya. Terbukti dengan mereka
langsung membuat hijab dari potongan kain sarung.
Mereka tidak punya waktu untuk memodifikasinya karena
memang hal tersebut adalah langsung dari Allah. Ingat,
Allah tidak melihat keindahan jilbabmu, tapi Dia melihat
bagaimana kamu dengan jilbabmu yang lebar itu bisa
menepis fitnah untuk lelaki dan bagaimana kamu
mejalankan syari’at.
4.
Di antara para wanita di zaman Rasulullah tersebut tentu
ada yang baru masuk Islam atau ahli maksiat. Namun,
setelah turunnya ayat kewajiban hijab, maka mereka
langsung melakukannya. Tak ada wanita yang beralasan
seperti wanita di zaman sekarang yang menolak hijab
dengan alasan: “Aku belum siap”, atau “Jilbab hanya
untuk wanita sholehah”.
AKU BELUM SIAP
Di antara alasan-alasan umum yang dikemukakan wanita
Muslimah yang belum berjilbab ialah: “Aku belum siap”.
Jika kita cermati, alasan ini kurang bisa diterima dari segi
akal maupun dalil dengan sebab sebagai berikut:
1.
Ini bisa kita analogikan sebagai berikut: Ketika kita
mengajak seseorang untuk sholat wajib lima waktu,
kemudian orang itu menolak dengan alasan: “Aku belum
mau sholat lima waktu karena belum siap.” Padahal
kewajiban memakai jilbab lebih mudah daripada sholat,
yang kamu butuhkan hanya jilbab yang cukup hingga
menutup dada, rok panjang dan lebar, dan baju yang agak
panjang dan tidak ketat. Kalau mau yang lebih efektif bisa
memakai pakaian sejenis daster dimana baju dan roknya
menyatu. Memakai jilbab tidak seperti orang naik haji, atau
membayar zakat, atau menyembelih kambing yang
dibutuhkan kemampuan, sehingga alasan: “Aku belum
siap” bukanlah udzur dan tidak ada keringanan.
2.
Kita tanyakan kepada wanita yang beralasan “Aku belum
siap”: “Kapankah kamu siap? Bisa jadi kamu mati dalam
keadaan belum siap berjilbab.” Terkadang di antara
mereka ada yang meyakini kalau mereka siap berjilbab
kalau sudah menikah. Apakah mereka yakin mereka akan
hidup di saat itu?
3.
Dari segi dalil maupun ijma’, tak ada satu pun ayat Al-
Qur’an, hadits, pendapat ulama dimana wanita yang
berjilbab harus menyiapkan sesuatu khusus terlebih
dahulu. Bahkan dari hadits yang telah kita bahas di atas,
para wanita Arab di zaman Rasulullah yang tentunya di
antara mereka ada yang baru saja masuk Islam langsung
membuat hijab ketika turunnya ayat yang mewajibkan
hijab. Tidak ada di antara mereka yang beralasan: “Ya
Rasulullah, bolehkah aku tidak memakai jilbab karena aku
belum siap?” Dalil ini juga langsung membantah
pernyataan bahwa wanita yang pantas berjilbab hanyalah
wanita sholehah atau yang ilmu agamanya luas. Semua
wanita Muslimah yang sudah akil baligh WAJIB berjilbab.
KEBATILAN ANGGAPAN JILBAB HATI
Sebagian orang yang mengikuti hawa nafsu berkata
bahwa jilbab tidaklah penting yang terpenting adalah
jilbab hati. Maka, tanyakanlah lagi kepada orang tersebut:
“Bagaimana jilbab hati yang benar itu?” Pernyataan seperti
ini sangat dekat dengan bid’ah-bid’ah [1] yang dibuat oleh
orang-orang Nasrani yang tidak bersunat, ketika mereka
ditanya: “Yesus dikhitan pada hari ketujuh setelah
kelahirannya, mengapa banyak di antara kalian yang tidak
khitan? Mereka menjawab: ‘Yang penting bagi kami adalah
SUNAT HATI!’”
Maka bertakwalah sekelompok orang yang menyelisihi
sunah Rasulullah dan syari’at yang telah ditetapkan Allah
dalam agama yang mulia ini.
Kemudian ada pula yang mengatakan: “Untuk apa
berjilbab kalau kelakuannya bejat? Lebih baik tidak
berjilbab tapi kelakuannya baik.”
Maka, kita katakan kepada orang seperti ini: “Berjilbab saja
kelakuannya bejat, apalagi tidak berjilbab? Seandainya ada
wanita tidak berjilbab berpengarai baik, tentu lebih baik
lagi apabila ia berjilbab.”
Belum satu pun saya temui ayat Al-Qur’an, hadits, atau
pendapat ulama yang berkata tentang adanya “Jilbab
hati”. Bisa jadi ini adalah perkara baru yang diada-adakan.
BOLEHKAH AKU MEMAKAI JILBAB DAN MELEPASNYA
SEKALI-KALI?
Terkadang ada saja pertanyaan terlontar dari para
Jilbabers, para wanita yang masih belajar memakai jilbab,
atau yang berencana memakai jilbab:
“Bolehkah aku memakai jilbab dan melepasnya sekali-
kali?”
Jawaban: BOLEH
Hal ini disebabkan tidak mungkinnya para wanita
Muslimah memakai jilbab terus menerus. Ada saat dimana
ia melepas jilbabnya. Yaitu di saat mandi, tidur di dalam
kamarnya, di saat berdua dengan suami, atau saat
berkumpul hanya dengan keluarganya di dalam rumah
selama ia yakin tak ada orang non-mahrom yang
melihatnya tanpa jilbab. Sebab Allah Azza wa Jalla
berfirman:
“…dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali
kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami
mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami
mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-
putra saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara
perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak-
budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki
yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau
anak-anak yang belum mengerti tentang aurat
wanita.” [QS. An-Nuur 24:31]
Maksud dari ayat ini ialah seorang wanita boleh saja
membuka jilbabnya di hadapan suami, ayah, mertua,
anak, saudara, keponakan, teman-temannya sesama
Muslimah, pembantu / budak yang tidak punya syahwat
karena lanjut usia atau karena dikebiri [2], atau bocah di
bawah umur yang belum mengerti apapun tentang aurat
(untuk bocah di zaman sekarang dan akibat dari negeri
berpaham sekuler [3] kira-kira di bawah tujuh tahun).
SIAPAKAH YANG PERTAMA KALI TERBUKA
AURATNYA?
Nenek moyang kita, Adam ‘alayhis salam dan isterinya
adalah manusia pertama yang terbuka auratnya setelah
keduanya diperdaya oleh syaitan:
“Hai anak cucu Adam! Jangan sampai kamu dapat
diperdayakan oleh syaitan, sebagaimana mereka telah
dapat mengeluarkan kedua orang tuamu (Adam dan
Hawa) dari syorga, mereka dapat menanggalkan pakaian
kedua orang tuamu itu supaya kelihatan kedua
auratnya.” (Q. S. Al-A’raf: 27)
Allah memperingatkan kita agar jangan melakukan
kesalahan yang sama, salah satunya yaitu memamerkan
aurat di depan orang-orang yang seharusnya tidak pantas
melihat aurat kita. Sebab yang demikian merupakan salah
satu tipu daya setan.
Setan telah berhasil membujuk kaum hawa untuk tidak
menutup auratnya sesuai syari’at dengan membisikkan
kata-kata yang manis: “Jangan berjilbab, karena engkau
belum siap. Kamu masih suka bermaksiat, janganlah
berjilbab. Pengetahuan Islammu masih awam, tak perlu
berjilbab. Berjilbabnya nanti saja ketika sudah menikah,
kalau sekarang kamu berjilbab tak ada laki-laki yang mau
dekat sama kamu. Yang penting jilbab hati dulu.”
Begitulah pekerjaan setan, sama seperti ketika mereka
membujuk nenek moyang kita untuk memakan buah
terlarang.
Demikianlah artikel tentang jilbab ini dibuat. Adapun jika
kurang jelas, kurang lengkap, atau terdapat kesalahan
padanya semata-mata karena keterbatasan ilmu dan
kelupaan penulis. Namun, semoga artikel ini dapat
membantu memberikan pencerahan dan motivasi kepada
saudari-saudari saya.
Yang belum berjilbab, hendaklah berjilbab. Yang sudah
berjilbab, hendaklah memperbaiki jilbabnya. Yang telah
berjilbab dengan baik, bantulah yang belum berjilbab.
“Islam muncul dalam keadaan asing, dan ia akan kembali
dalam keadaan asing, maka beruntunglah orang-orang
yang terasingkan itu.” (HR. Muslim no. 208)
Dalam riwayat lain:
“Ada yang bertanya, “Wahai Rasulullah, siapakah orang
yang asing itu?” Beliau menjawab, “Orang-orang yang
berbuat baik jika manusia telah rusak.” (HR. Ahmad
13/400 dan dinyatakan shahih oleh Al-Albani dalam Shahih
wa Dha’if Al-Jami’ no. 7368)
Teruslah berbuat baik, walau orang-orang di sekelilingmu
berbuat maksiat. Jadilah dirimu sendiri. Sebab orang jahat
menilaimu dari pikiran jahatnya dan mereka pasti suka
engkau berbuat jahat, sedangkan orang baik menilaimu
dari pikiran baiknya dan mereka pasti suka engkau
berbuat baik.
Wabillahi taufiq wal hidayah…
Semoga Allah memberikan petunjuk dan hidayah kepada
kita, dan memudahkan kita untuk selalu berbuat baik
kapanpun dan dimanapun kita berada.
“Dialah (Allah) yang telah menamakan kamu sekalian
Muslimin dari dulu dan didalam (Al-Qur’an) ini, supaya
Rasul itu menjadi saksi atas diri kalian dan supaya kamu
semua menjadi saksi atas segenap manusia, maka
dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan berpeganglah
kamu pada tali Allah. Dialah Pelindungmu, maka Dialah
sebaik-baik Pelindung dan sebaik-baik Penolong.” (Q. S. Al
Hajj:78)
Wassalamu’alaykum warohmatullahi wabarokatuh…

Sumber: www.hannasislam.wordpress.com/2012/01/18/mengapa-harus-berjilbab/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar