Selasa, 17 April 2012

CETUSAN HATI ANAK KECIL
Ini adalah cetusan sederhana dari
anak-anak kecil berhubungan
dengan situasi
kedua orang tuanya yang tidak
harmoni. Ini dirangkum dan
disarikan dari banyak
surat anak-anak yang kami
kumpulkan dari anak sekolah
minggu.
Rumahku bukan lagi tempat yang
indah karena ayah dan ibuku
kerap bertengkar.
Keluargaku juga bukan
merupakan tempat yang teduh
karena teriakan dan hardikan
hampir merupakan menu setiap
hari. Seruan yang satu dibalas
dengan teriakan
yang lain. Lontaran yang lain
dijawab kasar oleh yang satu.
Dalam suasana yang
panas, kering, hambar seperti ini
rasanya waktu berjalan lama.
Menunggu hari esok
terlalu panjang. Tetapi apakah
kalau hari esok tiba, suasana
akan berobah menjadi
lebih baik; kasar menjadi lembut,
benci menjadi cinta, marah
menjadi ramah, sinis
menjadi manis, tatapan tajam
menjadi lembut. Hanya Allah
yang tahu.
Aku hanya mau bertanya
kepadaMu Allah, di manakah
Engkau ketika kedua orang
tuaku bertengkar hebat? Apakah
Engkau sendiri mendengar kata-
kata kasar dari
ayahku, dan jawaban yang tidak
sampatik dari ibuku.
Bagaimanakah perasaanMu
sendiri saat mereka saling melukai
perasaan. Apakah perasaanmu
juga terluka?
Walau dinding rumahku terbuat
dari beton, namun rasanya itu
tidak kuasa
menopang kegoncangan yang
terjadi. Walau atapnya dari seng,
namun itu juga tidak
kuasa memberi keteduhan. Walau
lantainya kokoh berlantai
keramik, namun itu juga
tidak mampu menahan
ketegangan yang nyata. Rapuh !
karena cinta mulai terkikis,
kesabaran mulai hilang, rasa
percaya mulai pudar, dan
kelemahlembutan juga kini
sirna.
Rasa ketidak enakanku bahkan
ketakutanku sangat nyata terasa
saat mereka berdua
seperti tidak saling mengenal.
Mereka seperti orang lain saja
yang seenaknya
mengumbar emosi yang membara
dan kemaharan yang tidak
terkontrol. Sering aku
menangis mengingat semuanya
ini. Rasanya aku mau berlari
meninggalkan
kenyataan ini. Aku juga sering
bermimpi keluargaku, rumahku
dan kedua orang tua
hidup rukun dan damai, tetapi
sampai sekarang mimpi itu tidak
datang-datang.
Malahkan kesannya semakin
menjauh.
Allahku, aku adalah anak kecil
yang tidak puasa kuasa untuk
mengobah segalanya.
Anak kecil yang masih harus
diajar dan didik tidak pantas
mengatakan sesuatu
kepada mereka. Maka air
matakulah yang sering menjadi
pelarianku. Doaku jugalah
yang sering menjadi sandaran
harapanku. Air mata itu belum
kering, dan saya tidak
tahu kapan itu akan menjadi
kering. Saat tangisanku mulai
reda, air mata itu
mengalir lagi, kenyataan pahit itu
datang lagi; teriakan, hardikan,
kemarahan dan
rasanya mata ini sudah sangat
perih, bibir ini keluh dan
perasaan ini sangat sedih
teriris. Luka lama itu teriris lagi.
Allah aku rindu tersenyum. Aku
ingin tertawa. Aku mau damai itu.
Aku inginkan
keteduhan itu. Aku
mendambakan kerukunan itu.
Tetapi kapan? Hanya Engkau
yang
tahu. Hanya ini pintaku dan
harapanku, “Redakan kemarahan
itu, lembutkan hati
yang keras itu, dan sirami jiwa
yang panas itu. Saya percaya
Engkau mampu
melakukannya karena Engkau
Maha Kuasa, sebagaimana guru
sekolah minggu ku
utarakan. Allahku buatlah aku
tersenyum, kalau belum bisa
tertawa. Buatlah aku
tenang kalau belum bisa senang.
Allah, di penghujung cetusan ini
aku hanya mau mengatakan
sebuah doa
pengharapan, nyanyian mimpi,
kidung keyakinan, senandung
kepastian, bahwa
Engkau tidak akan membiarkan
ayah dan ibuku larut dengan
suasana pedas, pahit
dan ketegangan ini. Engkau tidak
mengijinkan ayahku memarahi
hebat ibu. Engkau
juga jangan membiarkan ibuku
membalas lontaran ayahku
dengan tidak simpatik.
Benar sebagai anak aku tidak
kuasa mengobah segalanya,
tetapi aku berhak
bermohon segalanya dariMu
untuk ayah dan ibuku; damai,
kasih, suka cita, kelemah
lembutan, kerendahan hati dan
kesabaran. Allah jadikanlah
semuanya ini menjadi
hiasan dan pernik keluargaku.
Amin. (Dari anakmu)
Para sahabatku terkasih, cetusan
hati anak kecil ini menjadi cetusan
hati anakmu
juga. Anak siapa yang tidak ingin
damai di rumahnya? Anak siapa
yang tidak
menangis melihat kenyataan pilu
di hadapannya? Kamu boleh saja
mengatakan
bahwa anakmu belum mengerti
apa-apap, namun ingatlah bahwa
mereka bisa
melihat dan merasakannya.
Semoga harapan, keinginan dan
mimpi anakmu nyata
dalam keluargamu. Semoga.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar