Pikir dan hati terasa terbelah. Kenyataan mengungkung seakan selalu setia berjarak dengan rasaku. Kaki kerap berpijak di tanah yang salah. Keberadaan menjadi semu. Dimana keberadaan mesti ditancapkan dan identitas ingin dikukuhkan dalam rasa yang berjarak?
Tatapku mendamba hadirmu di tiap lekuk liku kisah yang menantiku. Meski bibirku mengatup angkuh abai rengkuhan tanganmu. Ragaku hanyalah tiang lemah yang disangga mimpi-mimpi perjumpaan denganmu.
Kulitku menyisakan lapis tipis peka rasa oleh kehidupan yang selalu hadir atas kemurahanmu. Aku lepas hanya dalam kesendirian. Menari menghidupi keberadaanmu. Gagu dan kembali membisu saat kau lemparkan derai tawa dan renyah suara lainnya.
Kembali., Topanglah ragaku. Ruas-ruas tulangku telah lolos dikikis keropos jiwaku. Jangan Terpikir oleh mu untuk melepaskan erat pelukmu. Aku akan meronta. Mengukir pedih di dinding hatimu dengan tatapan sembiluku.
Menghujanimu dengan kata agar menjauhiku. Merajah jiwamu dengan penolakan tak terkira. Jangan Seinci pun kau insutkan kaki merentang jarak dariku. Karena urat diseluruh nadiku telah membiru menguncup harap akan bersanding denganmu.
Setialah., Mengecup keningku. Mengalirkan kehidupan untukku. Kubuat kau disibukkan oleh ketidak mengertian. Mengeja tiap gerak lakuku yang kini menjadi asing di matamu. Mencoba memasukiku dan merasakan tiap galau yang barangkali luput dari denyut pemahamanmu.
Teruslah mereka angka, kata atau lenggang pesan yang mungkin saja pernah kusampaikan. Biarkan kulihat masai rasamu. Tetaplah bertahan. Bersabar sesaat lagi. Agar tak kau kenali nafasku yang tanggal satu per satu di pendek waktuku.
Berdua kita berjuang., Melepaskan mimpi yang pernah kita kukuhkan bersama. Melupakan apa yang tak akan terengkuh disatu kehidupan. Tak mampu lagi kuingat. Saat kekosongan menabiri keberadaan. Mengkotakkan kita kembali menjadi aku dan kamu. Setia aku mendambamu dalam bisu.
Bacalah.,Sepucuk surat yang kutinggalkan untukmu. Lihatlah betapa mata-mata pena telah meretaskan jalanku untuk kembali menggapaimu. Tinta-tinta itu seperti aliran sungai yang membawaku melintasi lorong waktu. Tuk tak melepas kesadaranku mengada untukmu.
Secarik kertas adalah papyrus dimana ku penjarakan pikiran-pikiran yang berlarian di kepalaku. Kuciptakan kodex untuk kau baca sepeninggalku. Sebuah dokumentasi pemikiran menuju ketiadaan.
Jangan Kau palingkan wajahmu saat membacanya. Biarkan sedih melatari saat kau mengejanya. Kenalilah makna dibalik kaku symbol yang tercipta dari perjalanan yang terlupa. Karena makna dibaliknyalah yang akan membuatmu bisa melihat rona merah wajahku yang memudar saat kau selesai membacanya....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar