oleh: Muhammad Abduh Tuasikal
Dua sejoli itu duduk berdampingan di sebuah taman yang rindang yang  penuh pepohonan. Mereka berdua sebenarnya tidak sendirian. Karena tak  jauh dari tempat mereka bercengkerama, belasan pasangan laki perempuan yang lain juga duduk menyepi.
Apakah yang duduk-duduk ini pasangan suami istri? Bukan. Mereka adalah  pasangan muda-mudi yang menumpahkan perasaan kasmarannya. Sayangnya,  cara yang mereka tempuh adalah cara yang keliru. Pemandangan seperti itu  bukan lagi hal yang asing ditemukan. Bahkan tak jarang aktivitas  pacaran tersebut dilakukan di rumah Allah, yaitu di masjid. Kebanyakan  muda-mudi yang belum punya status nikah tetap nekad bermaksiat di tempat  mulia semacam itu.
Pacaran Sudah Jelas Jalan Menuju Zina
Wahai muda-mudi … Jalan manakah lagi yang lebih dekat pada zina selain  pacaran? Bukankah banyak kasus zina berawal dari tindak tanduk  perkenalan diri lewat pacaran? Hal ini tidak bisa disangkal lagi,  apalagi untuk sekarang ini. Sudah banyak berita yang kita saksikan.  Hanya karena kenalan lewat media FB, hingga suka sama suka, dua sejoli  dan yang satunya masih duduk di bangku kelas 2 SMP (14 tahun) akhirnya  jalan berdua dengan kenalannya hingga si gadis kecil dibawa lari jauh  dari ortunya. Terjadilah apa yang terjadi. Si gadis kecil pun  dirayu-rayu oleh si laki-laki hingga akhirnya mau melepaskan  keperawanannya hanya karena rayuan gombal.
Lihatlah adik-adikku  … Bukankah pacaran ini benar-benar jalan menuju zina? Awalnya dari  kenalan. Lalu beranjak janjian kencan. Lalu dibawa ke tempat sepi.  Setelah itu beranjak ke yang lebih parah. Maka terjadilah zina yang  tidak disangka-sangka dari awal, hanya karena alasan true love,  membuktikan cinta yang sebenarnya.
Semoga kita bisa merenungkan ayat yang mulia,
وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا
“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu  perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.”(QS. Al Isro’: 32).  Ulama terkemuka yaitu Muhammad bin ‘Ali Asy Syaukani rahimahullah  menjelaskan, “Allah melarang mendekati zina. Oleh karenanya, sekedar  mencium lawan jenis saja otomatis terlarang. Karena segala jalan menuju  sesuatu yang haram, maka jalan tersebut juga menjadi haram. Itulah yang  dimaksud dengan ayat ini.”[1]
Coba perhatikan penjelasan di  atas wahai adikku … Kita dapat suatu pelajaran bahwa setiap hal yang  dapat mengantarkan pada yang haram atau dosa besar, maka itu semua  menjadi terlarang. Ingatlah bahwa ayat di atas bukan hanya  memperingatkan perbuatan zina yang merupakan dosa besar. Namun ayat yang  mulia di atas juga memperingatkan segala jalan yang dapat mengantarkan  pada zina. Segala jalan menuju zina saja dilarang karena kita dilarang  mendekati zina, maka melakukan zina lebih-lebih terlarang lagi.
Namun banyak muda-mudi yang kami sayangkan belum memahami ayat  tersebut. Allah Ta’ala sebenarnya cukup menyampaikan ayat yang ringkas  saja, namun cakupannya luas untuk melarang hal-hal lainnya. Dari sini,  maka aktivitas berdua-duaan antara lawan jenis itu terlarang dan  aktivitas menyentuh lawan jenis juga terlarang. Apalagi dua aktivitas  yang kami sebutkan ini ada larangan khususnya.
Untuk aktivitas berdua-duaan antara lawan jenis, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَلاَ لاَ يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ لاَ تَحِلُّ لَهُ ، فَإِنَّ ثَالِثَهُمَا الشَّيْطَانُ ، إِلاَّ مَحْرَمٍ
“Janganlah seorang laki-laki berduaan dengan seorang wanita yang tidak  halal baginya karena sesungguhnya syaithan adalah orang ketiga di antara  mereka berdua kecuali apabila bersama mahromnya.”[2] Ini menunjukkan  terlarangnya kholwat (berdua-duaan antara lawan jenis).
Untuk aktivitas menyentuh lawan jenis, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tunjukkan larangannya dalam sabdanya,
كُتِبَ عَلَى ابْنِ آدَمَ نَصِيبُهُ مِنَ الزِّنَى مُدْرِكٌ ذَلِكَ لاَ  مَحَالَةَ فَالْعَيْنَانِ زِنَاهُمَا النَّظَرُ وَالأُذُنَانِ زِنَاهُمَا  الاِسْتِمَاعُ وَاللِّسَانُ زِنَاهُ الْكَلاَمُ وَالْيَدُ زِنَاهَا  الْبَطْشُ وَالرِّجْلُ زِنَاهَا الْخُطَا وَالْقَلْبُ يَهْوَى وَيَتَمَنَّى  وَيُصَدِّقُ ذَلِكَ الْفَرْجُ وَيُكَذِّبُهُ
“Setiap anak Adam  telah ditakdirkan bagian untuk berzina dan ini suatu yang pasti terjadi,  tidak bisa tidak. Zina kedua mata adalah dengan melihat. Zina kedua  telinga dengan mendengar. Zina lisan adalah dengan berbicara. Zina  tangan adalah dengan meraba (menyentuh). Zina kaki adalah dengan  melangkah. Zina hati adalah dengan menginginkan dan berangan-angan. Lalu  kemaluanlah yang nanti akan membenarkan atau mengingkari yang  demikian.”[3] Artinya, menyentuh lawan jenis yang bukan mahrom termasuk  keharaman karena dinamakan dengan zina yang juga haram.
Penjelasan di atas sebenarnya sudah cukup menyatakan bahwa pacaran itu  terlarang. Jika ada yang masih mengatakan bahwa ada pacaran yang halal  yaitu pacaran Islami, maka cukup kami jawab, “Bagaimana mau dikatakan  halal sedangkan pelanggaran di atas masih ditemui? Jika kita nekad  mengatakan ada pacaran Islami, maka kita juga seharusnya berani  mengatakan ada zina Islami, khomr Islami, judi Islami dan sebagainya.”  Hanya Allah yang beri taufik.
Lebih Parah Dari Itu
Kalau duduk merapat, berangkulan, berciuman dan sejenisnya yang  dilakukan oleh laki perempuan non mahrom yang tak diikat tali pernikahan  saja sudah tidak boleh dan dilarang oleh ajaran Islam, bagaimana jika  lebih dari itu? Namun inilah yang disayangkan tersebar luas di kalangan  muda-mudi. Mereka begitu mudahnya membuktikan cinta, namun dengan jalan  yang keliru yaitu dengan “sex before marriage (SBM)”, atau istilah  kerennya adalah dengan “making love”. Sekeren apapun namanya namun  hakekatnya tetap sama yaitu menerjang larangan Allah dengan melakukan  dosa besar zina. Inilah yang dikatakan oleh mereka-mereka sebagai  pembuktian cinta. Inilah yang katanya true love, cinta sebenarnya.  Bagaimana mungkin zina dinamakan true love sedangkan di sana menerjang  larangan Allah yang termasuk dosa besar?
Bukankah Allah Ta’ala telah menyebutkan dalam kitabnya yang mulia,
وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا
“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu  perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.”(QS. Al Isro’: 32)?  Lihatlah bahwa zina di sini disebut dengan perbuatan yang keji dan  sejelek-jelek jalan.
Dalam ayat lainnya, Allah Ta’ala berfirman,
وَالَّذِينَ لَا يَدْعُونَ مَعَ اللَّهِ إِلَهًا آَخَرَ وَلَا يَقْتُلُونَ  النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ وَلَا يَزْنُونَ  وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ يَلْقَ أَثَامًا
“Dan orang-orang yang  tidak menyembah tuhan yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa  yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar,  dan tidak berzina, barang siapa yang melakukan yang demikian itu,  niscaya dia mendapat (pembalasan) dosa(nya).” (QS. Al Furqon: 68).  Artinya, orang yang melakukan salah satu dosa yang disebutkan dalam ayat  ini akan mendapatkan siksa dari perbuatan dosa yang ia lakukan.
Ada seseorang yang bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa  sallam, “Wahai Rasulullah, dosa apa yang paling besar di sisi Allah?”  Beliau bersabda, “Engkau menjadikan bagi Allah tandingan, padahal  Dia-lah yang menciptakanmu.” Kemudian ia bertanya lagi, “Terus apa  lagi?” Beliau bersabda, “Engkau membunuh anakmu yang dia makan  bersamamu.” Kemudian ia bertanya lagi, “Terus apa lagi?” Beliau  bersabda,
ثُمَّ أَنْ تُزَانِىَ بِحَلِيلَةِ جَارِكَ
“Kemudian engkau berzina dengan istri tetanggamu.” Kemudian akhirnya  Allah turunkan surat Al Furqon ayat 68 di atas.[4] Di sini menunjukkan  besarnya dosa zina, apalagi berzina dengan istri tetangga.
Dalam hadits lainnya, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا زَنَى الرَّجُلُ خَرَجَ مِنْهُ الإِيمَانُ كَانَ عَلَيْهِ كَالظُّلَّةِ فَإِذَا انْقَطَعَ رَجَعَ إِلَيْهِ الإِيمَانُ
“Jika seseorang itu berzina, maka iman itu keluar dari dirinya  seakan-akan dirinya sedang diliputi oleh gumpalan awan (di atas  kepalanya). Jika dia lepas dari zina, maka iman itu akan kembali  padanya.” [5]
Meski larangan-larangan zina dalam berbagai dalil  di atas begitu tegas dan ancamannya begitu berat ternyata banyak remaja  yang terjebak dalam perbuatan keji tersebut. Survey, data yang  diperoleh dan dipublikasikan oleh banyak kalangan semakin membuat hati  miris. Kadang timbul pertanyaan setelah membacanya? Sudah benar-benar  rusakkah pemuda Islam kita?
Haruskah Membuktikan True Love Lewat Making Love?
Mereka yang melakukan aktivitas pacaran, memberikan alasan bahwa seks  sebelum nikah (sex before marriage) adalah bukti cinta sejati. Logika  mereka, yang namanya cinta itu butuh pengorbanan. Nah, kalau wanita yang  diajak pacaran, maka ia harus mau berkorban. Apa bentuk pengorbanannya?  Tak lain dan tak bukan adalah mengorbankan kesucian mereka. Naudzu  billah.
Tentu ini adalah alasan yang dibuat-buat untuk  memperturutkan hawa nafsu rendahan. Yang benar adalah bila seseorang  cinta pada seseorang pasti ia akan berusaha memberikan kebaikan kepada  orang yang dicintainya dan tak rela bila kekasihnya terjerumus dalam  kesengsaraan. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
وَالَّذِى نَفْسِى بِيَدِهِ لاَ يُؤْمِنُ عَبْدٌ حَتَّى يُحِبَّ لأَخِيهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ مِنَ الْخَيْرِ
“Demi yang jiwaku berada di tangan-Nya, seorang hamba tidak beriman  (dengan iman yang sempurna) hingga ia mencintai saudaranya sebagaimana  ia mencintai dirinya mendapat kebaikan.”[6]
Bila kita  benar-benar cinta kepada seorang wanita dan sebaliknya, maka kita akan  bersungguh-sungguh menjaga kesuciannya karena itu adalah suatu kebaikan  sebagaimana kita pula ingin memperolehnya. Tentu hal itu tidak ditempuh  lewat jalan pacaran dan berhubungan seks di luar jalan yang benar.  Pengorbanan yang benar dalam cinta bukan berkorban untuk maksiat, namun  berkorban dengan mengerahkan seluruh kemampuan menjaga kesucian diri dan  orang yang dicinta serta berusaha meraih hubungan yang dihalalkan oleh  Allah. Yakinlah adikku, jika kita benar-benar tulus ingin menjaga  kesucian diri dan meraih yang halal, Allah pasti akan menolong. Ingat  selalu sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
ثَلاَثَةٌ  حَقٌّ عَلَى اللَّهِ عَوْنُهُمُ الْمُجَاهِدُ فِى سَبِيلِ اللَّهِ  وَالْمُكَاتَبُ الَّذِى يُرِيدُ الأَدَاءَ وَالنَّاكِحُ الَّذِى يُرِيدُ  الْعَفَافَ
“Tiga orang yang berhak mendapatkan pertolongan  Allah, yaitu orang yang berjihad di jalan Allah, budak mukatab yang  ingin membebaskan dirinya, dan orang yang menikah yang ingin menjaga  kehormatan dirinya.”[7] Oleh karenanya, jika seseorang betul-betul ingin  menjaga kesucian dirinya, maka tempuhlah jalan yang benar yaitu melalui  jenjang pernikahan, niscaya pertolongan Allah akan terus datang.  Yakinlah!
Jadi cinta sejati dibuktikan lewat jalan yang benar  yaitu lewat jalan menikah. Jika belum mampu, maka bersabarlah.  Sibukkanlah diri dengan hal-hal yang baik. Jauhi pergaulan dengan lawan  jenis kecuali jika darurat. Banyak memohon kepada Allah agar diberikan  kemudahan untuk terlepas dari zina dan segala jalan menuju perbuatan  yang keji tersebut.
Semoga Allah senantiasa memberi taufik kepada setiap muda-mudi yang membaca risalah ini........
█████____████
___████__████_███
__███____████__███
__███_███___██__██
__███__███████___███
___███_████████_████
███_██_███████__████
_███_____████__████
__██████_____█████
___███████__█████
______████ _██
______________██
_______________█
_████_________█
__█████_______█
___████________█
____█████______█
_________█______█
_____███_█_█__█
____█████__█_█
___██████___█_____█████
____████____█__
_███_█████
_____██____█__█
█____██████
______█___█_██_
______████
_________███__________██
_________██____________█
_________█
________█
________█
_______█...............
─────▄█▀█▄──▄███▄
────▐█░██████████▌
─────██▒█████████
──────▀████████▀
─────────▀██▀♥
♥ Salam Ta'aruf Fillah ♥
Tidak ada komentar:
Posting Komentar