Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin
Berkata penulis (Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah):
Maka dikatakan kepada mayit tersebut, "Siapa Rabbmu? dan apa agamamu? dan siapa nabimu?"
Perkataan beliau, "Siapa Rabbmu?" Yakni siapakah Rabbmu yang telah menciptakanmu dan engkau beribadah kepada-Nya dan yang engkau khususkan dalam beribadah? terangkum dalam kalimat ini tauhid rububiyah dan uluhiyah.
Perkataan beliau, "Apa agamamu?" Yakni apakah amalanmu yang engkau engkau beragama dengannya untuk Allah Ta’ala dan mendekatkan diri kepada-Nya?
Perkataan beliau, "Siapakah nabimu?" Yakni siapakah nabi yang engkau beriman dengannya dan engkau mengikutinya?
Berkata penulis (Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah):
Maka Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat; dan Allah menyesatkan orang-orang yang lalim dan memperbuat apa yang Dia kehendaki. (Ibrahim: 27)
Yakni Allah Subhanahu wata’ala jadikan mereka teguh dan tidak ragu-ragu, tidak bimbang dalam menjawab. Perkataan yang teguh (al Qoulutstsaabit) adalah kalimat tauhid (Laa Ilaaha illallah), sebagaimana firman Allah Ta’ala,
أَلَمْ تَرَ كَيْفَ ضَرَبَ اللَّهُ مَثَلا كَلِمَةً طَيِّبَةً كَشَجَرَةٍ طَيِّبَةٍ أَصْلُهَا ثَابِتٌ وَفَرْعُهَا فِي السَّمَاءِ
"Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit," (Ibrahim: 24)
Tentang firman Allah Ta’ala, "dalam kehidupan di dunia dan di akhirat" kemungkinan pertama (jar dan majrur) berkaitan dengan kata yutsabbit yakni bermakna sesungguhnya Allah Ta’ala meneguhkan seorang mukmin di dunia dan akhirat. Kemungkinan kedua adalah berkaitan kata atstsaabit sehingga menjadi sifat bagi perkataan tersebut yakni bahwasanya perkataan tersebut akan tetap teguh di dunia dan akhirat.
Akan tetapi makna pertama yang lebih baik dan benar karena Allah Azza wajalla berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا لَقِيتُمْ فِئَةً فَاثْبُتُوا وَاذْكُرُوا اللَّهَ كَثِيرًا لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
"Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu memerangi pasukan (musuh), maka berteguh hatilah kamu dan sebutlah (nama) Allah sebanyak-banyaknya agar kamu beruntung." (al Anfaal: 45)
Dan Allah Azza wajalla berfirman,
إِذْ يُوحِي رَبُّكَ إِلَى الْمَلائِكَةِ أَنِّي مَعَكُمْ فَثَبِّتُوا الَّذِينَ آمَنُوا سَأُلْقِي فِي قُلُوبِ الَّذِينَ كَفَرُوا الرُّعْبَ فَاضْرِبُوا فَوْقَ الأعْنَاقِ وَاضْرِبُوا مِنْهُمْ كُلَّ بَنَانٍ
"(Ingatlah), ketika Tuhanmu mewahyukan kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku bersama kamu, maka teguhkanlah (pendirian) orang-orang yang telah beriman". Kelak akan Aku jatuhkan rasa ketakutan ke dalam hati orang-orang kafir, maka penggallah kepala mereka dan pancunglah tiap-tiap ujung jari mereka." (al Anfaal: 12)
Maka mereka orang-orang yang beriman itu tetap teguh di kehidupan dunia dan akhirat dengan perkataan yang tsabit tersebut (kalimat Laa Ilaaha illallah)
Berkata penulis (Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah):
Maka orang Mukmin akan berkata, "Rabbku adalah Allah, agamaku Islam, dan Muhammad nabiku."
Maka seorang Mukmin akan berkata, "Rabbku Allah" ketika ditanya siapa Rabbmu. Dia akan berkata, "agamaku Islam" ketika ditanya apa agamamu? Demikian pula dia akan menjawab, "Muhammad nabiku" ketika dia ditanya siapa nabimu? Maka ketika itu jawabannya telah benar sehinnga ada penyeru dari langit, "Telah benar hamba-Ku maka bentangkanlah tempat tinggalnya di surga, pakaikanlah pakaian dari surga dan bukalah pintu surga untuknya."
Berkata penulis (Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah):
Adapun orang yang ragu-ragu dia akan berkata, "Hah…hah… aku tidak tahu. Aku mendengar manusia mengatakan sesuatu maka akupun ikut mengatakannya."
Orang yang ragu di sini adalah orang-orang yang bimbang, munafik, dan orang yang semisalnya. Perkataan beliau, "Hah…hah… aku tidak tahu. Aku mendengar manusia mengatakan sesuatu maka akupun ikut mengatakannya." Yakni karena belum masuknya keimanan dalam hatinya, semata-mata dia mengucapkan seperti ucapannya manusia tanpa ada keimanan yang tersambung ke hatinya.
Perhatikan perkataan orang tersebut, "Hah…hah." Seolah-olah ada sesuatu yag hilang dari ingatannya, dan dia ingin mengingat-ingatnya. Maka ini adalah kerugian yang sangat, seolah-olah dikhayalkan bahwa dia mengetahui jawabannya akan tetapi dia terhalangi darinya. Sehingga mengucapkan, "Hah…hah… aku tidak tahu. Aku mendengar manusia mengatakan sesuatu maka akupun ikut mengatakannya." Dia tidak mampu berkata, "Rabbku adalah Allah, agamaku Islam, dan Muhammad nabiku." Karena ketika di dunia dia dalam keadaan ragu dan bimbang.
Apabila ditanya di kuburnya maka dia menjadi sangat butuh dengan jawaban yang benar akan tetapi dia tidak mampu dan berkata, "aku tidak tahu. Aku mendengar manusia mengatakan sesuatu maka akupun ikut mengatakannya." Kalau demikian imannya cuma di lisan saja.
Berkata penulis (Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah):
Maka dia dipukul dengan mirzabah dari besi dan berteriak dengan teriakan yang didengar semua makhluk selain manusia.
Dipukul karena dia tidak mampu menjawab, sama saja apakah orang kafir atau munafik. Dan yang memukul adalah dua orang malaikat yang menanyainya.
Mirzabah adalah pemukul dari besi, dan di suatu riwayat kalau seluruh penduduk Mina berkumpul untuk memikulnya maka mereka tidak mampu memikulnya. Apabila dia dipukul maka akan berteriak dengan teriakan yang terdengar oleh semua makhluk kecuali manusia.
Perkataan beliau, "Dipukul maka dia berteriak" yakni dengan teriakan yang terdengar oleh segala sesuatu yang ada di sekelilingnya, bukan segala sesuatu di seluruh penjuru dunia. terkadang yang mendengarnya akan terpengaruh dengannya, sebagaimana nabi Shallallahu’alaihi wasallam pernah melewati kuburan Musyrikin dari atas keledainya, maka keledai tersebut lari menjauh sampai hampir melemparkan beliau Shallallahu’alaihi wasallam, karena keledai tersebut mendengar suara orang yang diadzab. (Riwayat Muslim no. 2867 dari Zaid bin Tsabit Radhiallahu’anhu)
[Dinukil dari kitab Syarah Aqidah Al Wasithiyah bab al iman bil yaumil akhir, Penulis Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin, Edisi Indonesia Ada Apa Setelah Kematian? Menelusuri Kejadian-Kejadian Setelah Hari Kiamat, Penerjemah Abu Hafsh 'Umar Sarlam Al Atsary, Penerbit Pustaka Al Manshurah Poso, hal. 32-37]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar